Menengok
Sejarah persusuan dan pengembangan sapi perah di Kab. Sinjai di mulai
tahun 2001, sebenarnya kebijakan tersebut saling tarik menarik. Hanya
saja persoalan yang terjadi dilapangan dalam hal ini di tingkat peternak
sapi perah selalu tidak sejalan dengan kebijakan yang digelontorkan
pemerintah dalam hal ini Dinas Peternakan baik kabupaten dan propinsi
sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Contohnya, pengembangan
dan alokasi bantuan sapi perah di Kab. Sinjai yang barangkali belum
menyentuh akar pesoalan yang terjadi di tingkat peternak di daerah
penghasil susu nomor satu di sulsel ini.
Menurut
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kab. Sinjai, Drh.
Aminuddin, setelah setahun ia menjadi kadis peternakan di Kab. Sinjai,
saya melihat ada potensi pengembangan sapi perah dan pada saat itu
Kepala Dinas Peternakan Prop. Sulsel di jabat oleh Alm.Drh. Amir Hamid,
Saya meminta bahwa sapi bantuan yang jumlahnya 6 ekor sapi perah
sebaiknya di alokasikan ke Kab.Sinjai, akhirnya jumlah 6 ekor disetujui
di alokasikan di Desa Gunung Perak Kec. Sinjai Barat. Dari 6 ekor ini di
Kec. Sinjai Barat melihat bahwa pengembangan sapi perah ini mempunya
prospek yang sangat bagus karena selain menghasilkan susu untuk di jual
juga mendapatkan anak sapi setiap tahun. Ujar Aminuddin.
Sapi
perah di Gunung Perak , Sinjai- Sulsel ini jika dibandingkan dengan
sapi perah yang ada di Pulau Jawa, maka Sulsel termasuk salah satu
wilayah pengembangan baru atau produksi baru persusuan. Mulailah sejak
tahun 2001 sampai sekarang ini Dinas peternakan Kab. Sinjai mulai
memprogramkan pengadaan sapi perah setiap tahun dan mengalokasikan
pengadaan setiap tahun sambil mengembangkan yang sudah ada.
![]() | |
drh. Aminuddin Zainuddin, MM |
“Sebenarnya
pengembangan sapi perah di sinjai ini pernah mencapai 500 ekor populasi
tetapi karena proses ketuaan yakni di afkir oleh peternak, di satu sisi
regenerasi yang tidak begitu bagus dan juga kendala saat ini banyaknya
pedet umur 3-5 bulan yang mati sehingga terhambat mendapatkan sapi
dewasa sehingga regenerasi juga menjadi terhambat”, ungkap Aminuddin
yang juga peraih penghargaan Adhikarya Pangan 2011 dari Presiden RI
kategori Ketahanan Pangan ini.
Selanjutnya di Tahun
2009 dengan melihat kenyataan itu, Pemda Sinjai melakukan lagi strategi
baru yaitu dengan program rearing (pembesaran) tentu dengan bantuan
Pemkab Sinjai yakni Bupati memberikan
dana yang cukup signifikan untuk membangun sebuah rearing dengan
kapasitas 60 ekor. Di Tahun 2010 mulai berhasil dengan mendapatkan dan membesarkan
pedet kurang lebih 80 ekor dan program rearing itu tetap berjalan
sampai sekarang. Begitu pula strategi pengembangan di masyarakat atau di
anggota kelompok ternak dengan merubah sedikit yang tadinya di awal
pengembangan sapi perah ini kita mementingkan pemerataan dari anggota
tetapi sekarang pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Sinjai
mencoba mengubah strategi dengan menghampiri skala ekonomi dengan setiap
1 orang petani memiliki minimal 3 – 5 ekor sapi perah.
“Pemeliharaan sapi
perah oleh masyarakat ini secara ekonomi bisa menambah income untuk
biaya sekolah dsb, yang jelas untuk mensejahterahkan para peternak”,
katanya.
Di dalam perjalanan
pengembangan usaha sapi perah ini di Desa Gunung Perak banyak berkaitan
dengan produksi susu yang dihasilkan. Selain komoditas utamanya adalah
susu pasteurisasi dengan nama dagang “Susin” dengan kemasan gelas (cup)
dengan volume 150 cc, juga produk susu sinjai tersebut dilakukan
berbagai diversifikasi produk. Contohnya es krim dan kerupuk susu.
“Di Tahun 2012 ini
kita mencoba memulai karamel susu, dodol susu, yoghurt, mentega dan
sebagainya, dan tinggal bagaimana membentuk kelompok-kelompok pengolahan
yang ada di Kab. Sinjai”, ungkap Aminuddin yang lulusan Fakultas
Kedokteran Hewan IPB Bogor ini
Sapi perah yang ada di
Sinjai Barat ini kebanyakan didatangkan dari Jawa Timur, dan sebagian
lainnya dari BPTU Batu Raden. Dengan dasar pemikiran iklim Desa Gunung
Perak, ke depannya pihak Dinas Peternakan menyarankan pengadaaan ternak
sapi perah di arahkan agar kelompok ternak untuk mengambil di Kab.
Malang, Jawa Timur.
Selain itu
pengembangan sapi perah sebelum di lakukan di Kab. Sinjai, yang memulai
lebih dulu adalah Kab. Enrekang Sulsel yang dikenaal dengan produksi
Dangkenya. Melihat peluang tersebut, selaku Kepala Dinas Peternakan yang
baru saya jabat 1 tahun waktu itu mengatakan bahwa ada satu potensi
kecamatan di Sinjai Barat sangat bagus untuk pengembangan sapi perah
terutama iklimnya yang dingin ditambah hijauan berlimpah ruah serta
dukungan SDM petaninya yang sangat bagus dan sudah terbiasa dengan pola
kawin suntik (IB). Sapi perah
ini umumnya dikawinkan dengan teknologi Inseminasi Buatan. Dengan begitu
tidak perlu lagi memperkenalkan teknologi tersebut kepada mereka. dan
inilah cikal bakal pengembangan sapi perah di Kab. Sinjai, Sulsel hingga
sekarang ini.
Soal pemasaran susu di Kab. Sinjai – Sulsel tidak ada kendala, hanya memang harga saat ini masih kisaran 2000 - 2500 rupiah per
liter. Apa yang diungkapkan oleh Rajab sebagai ketua kelompok ternak
“Batuleppa” adalah wajar karena peran pemerintah disini masih memberikan
subsidi sekitar 80 %, namun harga 2000 perliter jika di kalkulasi masih
lebih tinggi dibanding dengan harga di tingkat peternak di Jawa. Kedepannya, subsidi akan dikurangi agar nanti harga per liternya bisa lebih bagus.
“Seharunya pihak Dinas
Peternakan Propinsi Sulsel yang harus berpikir bahwa pengembangan sapi
perah ini tidak begitu sama dengan pengembangan sapi potong terutama
peternak yang akan memelihara sapi perah. Diperlukan SDM, pelatihan yang
bagus, pemodalan, manajemen; pemberian pakannya, bagaimana cara memerah
sapi yang baik sehingga susu yang dihasilkan bersih (hygine) dan
sebagainya.”, Ungkap Aminuddin yang sudah 13 tahu menjabat Kepala Dinas
Peternakan di Sinjai ini.
Dan yang tak kalah
pentingnya yang perlu dipikirkan adalah bagaimana membantu pemasaran
hasil susu para peternak di Sinjai. Saat ini kami mempunyai program
PPMTAS (Program pemberikan makanan tambahan pada anak sekolah) kerjasama
dengan Dinas Pendidikan Kab. Sinjai dalam memasarkan susu peternak.
Terlepas dari itu,
kini Rajab bersama kelompok ternaknya bersusah payah sekuat tenaga untuk
terus bertahan dengan usaha sapi perahnya. Yang menjadi harapan besar
Rajab sebagai perintis persusuan di Sinjai tersebut adalah bagaimana
usaha sapi perah yang ia rintis bersama kelompok ternaknya bisa lebih
berkembang dan membawa perubahan bagi Desanya. Peran Pemerintah dengan
produksi susu sinjai harus benar-benar memberikan kesejahteraan bagi
diri dan anggota peternaknya. Insya Allah, saya yakin jika semua
berjalan dengan niat yang baik, maka tak ada yang tak mungkin jika suatu
saat persusuan Sinjai akan sama dengan di Jawa, tukas Rajab dengan
wajah penuh optimis.